Merantau ke Yogyakarta

23

Alqur’an yang diwarisi oleh KH. M. Munawwir. Dari tradisi

pengajaran kitab kuning ini, murid Kiai Ali dan juga putra

dari Kiai Munawwir, KH. A. Warson Munawwir berhasil

membuat kamus Al-Munawir yang dikenal sebagai kamus

Arab-Indonesia paling tebal dan lengkap. Penulisan ini

juga berkat didorong terus oleh kakeknya Gus Yahya, KH.

Bisri Mustofa.

Beranjak naik kelas dua SMP, Gus Yahya dikirim oleh

orang tuanya melanjutkan studi di Pesantren Krapyak,

tepatnya pada 1979. Ia harus menunggu hampir dua tahun

setelah menamatkan SD untuk bisa melanjutkan studi

di sana karena harus menunggu menamatkan studinya

di madrasah diniyah di kampung halaman karena selain

masa pembelajaran yang lebih lama, tujuh tahun, Gus

Yahya memulai studinya di MD ketika beranjak naik kelas

dua SD.

Pesantren Krapyak tak begitu asing baginya karena

sebelum melanjutkan studi di sana, Gus Yahya sudah

sering mondok kilat di sana bersama paman-pamannya

ketika ada liburan sekolah. Setelah di Pesantren Krapyak,

ia tak diinapkan bersama santri-santri sebaya, tapi bersama

santri-santri senior yang sudah berstatus mahasiswa di

perguruan tinggi. Salah satu tradisi di Pesantren Krapyak

adalah banyak para mahasiswa yang sembari kuliah di

salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta juga menyantri

di sana. Ia diinapkan bersama santri-santri tersebut karena

mereka kebanyakan berasal dari Rembang dan memiliki

hubungan keluarga dengan Gus Yahya.

Pada masa awal menyantri di Krapyak, Gus Yahya

memiliki pengalaman menarik. Ia begitu percaya diri

nimbrung dalam pengajian santri senior di bawah